BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Saat kolonial Belanda menjajah bumi
nusantara, Pendidikan Islam telah tersebarluas dalam wujud “pondok pesantren”,
dimana islam diajarkan di musholla/langgar/masjid. Sistem yang digunakan
seperti sistem sorogan, bandongan, dan wetonan.Sorogan adalah sistem
pendidikan dimana secara perorangan menghadap kyai dengan membawa kitab, kyai
membacakan dan mengartikan kemudian sang santri menirukannya. Bandongan atau
Wetonan adalah sang kyai membaca, mengartikan dan menjelaskan maksud teks dari
kitab tertentu namun sang santri hanya mendengarkan penjelasan dari sang
kyai.Sistem pendidikan semasa itu hanya berorientasi pada hafalan teks semata,
sehingga tidak merangsang santri untuk berdiskusi. Cabang ilmu agama yang
diajarkan sebatas Hadits dan Mustholah Hadist, Fiqih dan Usul Fiqih, Ilmu
Tauhid, Ilmu Tasawuf, Ilmu Mantiq, Ilmu Bahasa Arab. Ini berlangsung hingga
awal abad ke-20. Sudah barang tentu di sekolah Belanda para murid tidak
diperkenalkan pendidikan Islam sehingga menjadikan cara berfikir dan tingkah
laku mereka banyak yang menyimpang dari ajaran Islam.Melihat kenyataan ini K.H
Ahmad Dahlan beserta para tokoh bertekad untuk memperbaharui pendidikan bagi
umat Islam.Pembaharuan yang dimaksud meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita
dan segi teknik. Segi cita-cita adalah untuk membentuk manusia muslim yang
berakhlaqul karimah, alim, luas pandangan dan paham terhadap masalah keduniaan,
cakap, serta bersedia berjuang untuk kemajuan agama Islam. Sedang dari Segi
teknik adalah lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan
pendidikan modern terutama system/model pembelajaran yang diterapkan selama
pelaksanaan pendidikan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang makalah ini, maka penyusun membuat suatu rumusan masalah, yaitu
:
1. Faktor-faktor
yang melatarbelakangi pendidikan muhammadiyah ?
2. Cita-cita
pendidikan muhammadiyah ?
3. Bentuk dan
model pendidikan muhammdiyah ?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi pendidikan muhammadiyah.
2. Untuk
mengetahui cita-cita pendidikan muhammadiyah.
3. Untuk
mengetahui bentuk dan model pendidikan muhammdiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Pendidikan
Muhammadiyah
Muhammadiyah
dikenal sebagai gerakan Islam yang memelopori pendidikan Islam modern. Salah satu latar belakang berdirinya
Muhammadiyah menurut Mukti Ali ialah ketidak efektifan lembaga pendidikan agama
pada waktu penjajahan Belanda, sehingga Muhammadiyah memelopori pembaruan dengan jalan
melakukan reformasi ajaran dan pendidikan Islam. Saat kolonial Belanda menjajah bumi
nusantara, Pendidikan Islam telah tersebar luas dalam wujud “pondok pesantren”,
dimana islam diajarkan di musholla/langgar/masjid. Sistem yang digunakan
seperti sistem sorogan, bandongan, dan wetonan. Sorogan adalah sistem pendidikan
dimana secara perorangan menghadap kyai dengan membawa kitab, kyai membacakan
dan mengartikan kemudian sang santri menirukannya. Bandongan atau Wetonan
adalah sang kyai membaca, mengartikan dan menjelaskan maksud teks dari kitab
tertentu namun sang santri hanya mendengarkan penjelasan dari sang kyai.Sistem
pendidikan semasa itu hanya berorientasi pada hafalan teks semata, sehingga
tidak merangsang santri untuk berdiskusi. Cabang ilmu agama yang diajarkan
sebatas Hadits dan Mustholah Hadist, Fiqih dan Usul Fiqih, Ilmu Tauhid, Ilmu
Tasawuf, Ilmu Mantiq, Ilmu Bahasa Arab. Ini berlangsung hingga awal abad ke-20.Dalam sekolah Belanda para murid tidak
diperkenalkan pendidikan Islam sehingga menjadikan cara berfikir dan tingkah
laku mereka banyak yang menyimpang dari ajaran Islam.Melihat kenyataan ini K.H
Ahmad Dahlan beserta para tokoh bertekad untuk memperbaharui pendidikan bagi
umat Islam.Pembaharuan yang dimaksud meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita
dan segi teknik. Segi cita-cita adalah untuk membentuk manusia muslim yang
berakhlaqul karimah, alim, luas pandangan dan paham terhadap masalah keduniaan,
cakap, serta bersedia berjuang untuk kemajuan agama Islam. Sedang dari Segi
teknik adalah lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan
pendidikan modern terutama system/model pembelajaran yang diterapkan selama
pelaksanaan pendidikan.
Kini
pendidikan Muhammadiyah telah berkembang pesat dengan segala kesuksesannya,
tetapi masalah dan tantangan pun tidak kalah berat.Pendidikan Muhammadiyah merupakan
bagian yang terintegrasi dengan gerakan Muhammadiyah dan telah berusia
sepanjang umur Muhammadiyah. Jika diukur dari berdirinya Madrasah Ibtidaiyah
Diniyah Islamiyah (1 Desember 1911) Pendidikan Muhammadiyah berumur lebih tua
ketimbang organisasinya (Adaby Darban,2000 : 13). Sekolah tersebut merupakan
rintisan lanjutan dari “sekolah” (kegiatan Kyai dalam menjelaskan ajaran Islam)
yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam pelajaran yang mengandung
ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Lembaga pendidikan
tersebut sejatinya sekolah Muhammadiyah, yakni sekolah agama yang tidak
diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam pada waktu
itu, tetapi bertempat tinggal di dalam sebuah gedung milik ayah KH Dahlan,
dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan cara
baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum (Djarnawi Hadikusuma,t.t : 64).
2.2.
Cita-Cita Pendidikan Muhammadiyah
Cita-cita pendidikan yang
digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil
sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim yang
memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam
rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai Dahlan melakukan
dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang
sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan
umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu
sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan
yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun,
ide Kyai Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim
ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan
integralistik inilah sebenarnya warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai
dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa berubah sesuai
dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan.Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang ia
dirikan maka atas saran murid-muridnya Kyai Dahlan akhirnya mendirikan
persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode
pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual melalui proses
penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat al-Ma’un kepada
santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat
itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir miskin, dan harus
mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu baru
diganti surat berikutnya. Ada semangat yang
mesti dikembangkan oleh pendidikan Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan
sistem pendidikan ala al-Ma’un sebagaimana dipraktekkan Kyai
Dahlan.Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik
pendidikannya bukan cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang
tidak mau menerima inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai
bid’ah. Sebenarnya, yang harus kita tangkap dari Kyai Dahlan adalah semangat
untuk melakukan perombakan atau etos pembaruan, bukan bentuk atau hasil
ijtihadnya. Menangkap api tajdid, bukan arangnya.
Dalam konteks pencarian pendidikan
integralistik yang mampu memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul
Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama
Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti
sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan,
sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya
madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan
pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam semangat yang sama belakangan
ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan.
Salah satu model pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah
sampai sore hari, tidak terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.Satu dekade
terakhir ini virus sekolah unggul benar-benar menjangkiti seluruh warga
Muhammadiyah.Lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai Taman Kanak-kanak (TK)
hingga Perguruan Tinggi (PT) berpacu dan berlomba-lomba untuk meningkatkan
kualitas pendidikan untuk menuju pada kualifikasi sekolah unggul. Sekarang ini
hampir di semua daerah kabupaten atau kota terdapat sekolah unggul
Muhammadiyah, terutama untuk tingkat TK dan Sekolah Dasar. Sekolah yang
dianggap unggul oleh masyarakat sehingga mereka menyekolahkan anak-anak di situ
pada umumnya ada dua tipe; sekolah model konvensional tetapi memiliki mutu
akademik yang tinggi, atau sekolah model baru dengan menawarkan metode
pembelajaran mutakhir yang lebih interaktif sehingga memiliki daya panggil
luas.
Apabila Muhammadiyah
benar-benar mau membangun sekolah/universitas unggul maka harus ada
keberanian untuk merumuskan bagaimana landasan filosofis pendidikannya sehingga
dapat meletakkan secara tegas bagaimana posisi lembaga-lembaga pendidikan
Muhammadiyah dihadapan pendidikan nasional, dan kedudukannya yang strategis
sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fungsinya sebagai
wahana dakwah Islamiyah. Ketiadaan orientasi filosofis ini jelas sangat
membingungkan; apa harus mengikuti arus pendidikan nasional yang sejauh ini
kebijakannya belum menuju pada garis yang jelas karena setiap ganti menteri
musti ganti kebijakan. Kalau memang memilih
pada pengembangan iptek maka harus ada keberanian memilih arah yang berbeda
dengan kebijakan pemerintah.Model pondok gontor bisa dijadikan alternatif,
dengan bahasa dan kebebasan berpikir terbukti mampu mengantarkan peserta didik
menjadi manusia-manusia yang unggul. Filsafat pendidikan memanifestasikan
pandangan ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Filsafat yang dianut
dan diyakini oleh Muhammadiyah adalah berdasarkan agama Islam, maka sebagai
konsekuensinya logika,
Muhammadiyah berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikan
Muhammadiyah atas prinsip-prinsip filsafat yang diyakini dan dianutnya.
Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar, Muhammadiyah
dituntut untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah
pengetahuan melalui jalur pendidikan.Secara umum dapat dipastikan bahwa ciri
khas lembaga pendidikan Muhammadiyah yang tetap dipertahankan sampai saat
adalah dimasukkannya mata pelajaran AIK/lsmuba di semua lembaga pendidikan
(formal) milik Muhammadiyah. Hal tersebut sebagai salah satu upaya Muhammadiyah agar
setiap individu senantiasa menyadari bahwa ia diciptakan oleh Allah semata-mata
untuk berbakti kepada-Nya.Usaha Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem
pendidikan modern, karena Muhammadiyah yakin bahwa Islam bisa menjadi rahmatan
lil-‘alamin, menjadi petunjuk dan rahmat bagi hidup dan kehidupan segenap
manusia jika disampaikan dengan cara-cara modern. Dasarnya adalah Allah berfirman:
“Wahai jama’ah jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus (melintasi) pejuru
langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu sekalian tidak akan sanggup melakukannya
melainkan dengan kekuatan (ilmu pengetahuan)”(QS. Ar-rahman/55:33).
Muhammadiyah konsekwen untuk
mencetak elit muslim terdidik lewat jalur pendidikan. Ada beberapa tipe
pendidikan Muhammadiyah:
1.
Tipe Muallimin/Mualimat Yogyakarta (pondok pesantren)
2.
Tipe madrasah/Depag; Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah
3.
Tipe sekolah/ Diknas; TK, SD, SMP, SMA/ SMK, Universitas/ ST/ Politeknik/ Akademi
4.
Madrasah Diniyah, dan lain-lain
Orientasi pembaharuan di bidang
pendidikan menjadi prioritas utama yang ingin dicapai oleh Muhammadiyah, hal
ini tergambar dari tujuan pendidikan dalam Muhammadiyah, untuk mencetak peserta
didik/lulusan sekolah Muhammadiyah, sebagai berikut:
1.
Memiliki jiwa Tauhid yang murni
2.
Beribadah hanya kepada Allah
3.
Berbakti kepada orang tua serta bersikap baik terhadap
kerabat
4.
Memiliki akhlaq yang mulia
5.
Berpengetahuan luas serta memiliki kecakapan, dan
6.
Berguna bagi masyarakat, bangsa dan agama
2.3
Bentuk dan Model pendidikan muhammadiyah
Pendidikan, menurut KH. Ahmad
Dahlan, hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi
pekerti luhur, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan serta bersedia
berjuang untuk kemajuan masyarakat. Pandangan
pendidikan yang diinginkan oleh KH. Ahmad Dahlan inilah yang sekarang akan
digunakan sebagai pendidikan karakter.
Sebenarnya, pendidikan karakter sudah ada sejak organisasi Muhammadiyah berdiri. Mengapa pendidikan Muhammadiyah dapat berkembang dengan pesat ? Sebab, Muhammadiyah memiliki model yang berbeda dalam kemasannya.Mulai sistem pembelajaran hingga sistem administatif yang tertata rapi.
Sebenarnya, pendidikan karakter sudah ada sejak organisasi Muhammadiyah berdiri. Mengapa pendidikan Muhammadiyah dapat berkembang dengan pesat ? Sebab, Muhammadiyah memiliki model yang berbeda dalam kemasannya.Mulai sistem pembelajaran hingga sistem administatif yang tertata rapi.
Model pendidikan Muhammadiyah yang
didasarkan atas nilai-nilai tertentu. Pertama, pendidikan Muhammadiyah merujuk
pada nilai-nilai yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai sumber
sepanjang masa. Kedua,
ikhlas dan inspiratif dalam ikhtiar menjalankan tujuan pendidikan. Ketiga, menerapakan prinsip
musyawarah dan kerjasama dengan tetap memelihara sikap kritis. Keempat, selalu
memelihara dan menghidupkan prinsip inovatif dalam menjalankan tujuan
pendidikan. Kelima, memiliki kultur atau budaya memihak kepada kaum yang
mengalami kesengsaraan dengan melakukan proses-proses kreatif. Hal tersebut,
sesuai dengan tantangan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat
Indonesia.Keenam, memperhatikan dan menjalankan prinsip keseimbangan dalam
mengelolah lembaga pendidikan antara akal sehat dan kesucian hati.
Dalam penyelenggaraannya
pendidikan Muhammadiyah memiliki model yang tidak selebihnya mengikuti
pendidikan yang diselenggarakan pemerintah atau sekolah umum lainnya. Model
pendidikan Muhammadiyah lebih cenderung pada sistem pendidikan moral atau yang
sekarang lebih dikenal dengan pendidikan berbasis karakter.Sejak awal,
pendidikan Muhammadiyah bukan lagi berpatokan dengan pendidikan berbasis
kognitif.Pendidikan Muhammadiyah sudah sejak awal berpatokan pada sistem
pendidikan moral. Moral akan menjadikan sebuah pendewasaan diri setiap
siswa-siswi untuk bisa menghadapi masa depan. Justru dengan adanya sistem
pendidikan moral siswa-siswi akan tertantang untuk maju menghadapi sistem
pendidikan akademis dengan mudah.
Model icon adalah salah satu model yang dimiliki pendidikan Muhammadiyah.Mulai
dari ramah anak, ramah otak, ramah lingkungan, ramah moral yangakan terus dikembangkan
untuk kekhasan pendidikan Muhammadiyah.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan materi mengenai Muhammadiyah dan Pendidikan
dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang memelopori
pendidikan Islam modern. Sistem yang digunakan dalam
pendidikan Muhammadiyah seperti sistem sorogan, bandongan, dan wetonan. Ciri khas
lembaga pendidikan Muhammadiyah adalah dimasukkannya mata pelajaran AIK/lsmuba
di semua lembaga pendidikan (formal) milik Muhammadiyah.
Model
pendidikan Muhammadiyah antara lain:
1. Pendidikan Muhammadiyah
bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah.
2. Ikhlas dan inspiratif
dalam ikhtiar dalam pendidikan.
3. Menerapakan prinsip
musyawarah dan kerjasama.
4. Memelihara dan
menghidupkan prinsip inovatif
5. Memiliki budaya memihak
kepada kaum yang mengalami kesengsaraan
6.
Menjalankan
prinsip keseimbangan dalam mengelolah lembaga pendidikan antara akal sehat dan
kesucian hati.
Dalam
penyelenggaraannya pendidikan Muhammadiyah memiliki model yang tidak selebihnya
mengikuti pendidikan yang diselenggarakan pemerintah atau sekolah umum lainnya.
Model pendidikan Muhammadiyah yang sekarang lebih
dikenal dengan pendidikan berbasis karakter.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
MT. 1985.Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah. Surakarta: Pustaka
Jaya
Muhammad
Amien Rais dkk, 1985. Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial
(sarasehan pimpinan pusat ikatan pelajar Muhammadiyah). Yogyakarta :
PLP2M
Mulkhan,
Abdul Munir. 1990. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah. Jakarta: Bumi Aksara
Http://perkembanganislamdieramodern.blogspot.com/2010/12/perbedaan-pendidikan-islam-dengan.html: akses
April 2015
Yusuf, M. Yunan (ed.). 2000. Filsafat Pendidikan
Muhammadiyah (naskah awal). Jakarta: Majelis Dikdasmen PP
Muhammadiyah.
Terimakasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat setelah membaca :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar